Penyebaran Islam Ke Persia
Khalifah Abu Bakar ash Shiddiq memberi sebuah kehormatan pada pahlawan besar Islam Khalid bin Walid. Kehormatan itu berwujud perintah kepada Khalid bin Walid untuk memimpin pasukan guna meng-islam-kan penduduk kerajaan terbesar sepanjang sejarah dunia, yaitu Persia. Persia merupakan kerajaan yang telah berkuasa lebih dari seribu tahun diwilayah Iran, Irak, Asia Tengah, India, Yaman dan banyak wilayah lainnya.
Pada minggu ketiga bulan maret 633 M atau diawal bulan Muharram 12 H, Khalid bin Walid meninggalkan Yamamah dan menempuh perjalanan yang sangat panjang dari Jazirah Arab menuju Irak. Dalam misi peng-Islam-an kerajaan Persia ini, Khalid meminta tambahan pasukan kepada Abu Bakar ash Shiddiq karena pasukannya hanya tersisa 2000 orang, namun ABu Bakar ash Shiddiq hanya mengirim satu orang pemuda yaitu Al-Qa'qa' bin 'Amru at Tamimi.
Para sahabat komplain akan keputusan ini, namun Abu Bakar ash Shiddiq menjawab, "Tak terkalahkan sebuah pasukan yang didalamnya ada seorang anak muda seperti Al-Qa'qa' ini". Setelah terjadi beberapa diskusi akhirnya Abu Bakar ash Shiddiq menyerukan kepada para sahabat Muhajirin dan Anshar serta kabilah-kabilah Arab di Hejaz dan Abu Bakar juga memerintahkan pahlawan besar Islam lainnya yaitu Al-Mutsanna bin Haritsah untuk bergabung dibawah pimpinan Khalid bin Walid hingga jumlah pasukan muslimin berjumlah 18 ribu orang.
Pahlawan Islam Di Perang Rantai
Khalid bin Walid merupakan pemimpin dan pahlawan Islam yang sangat sopan namun sangat tegas dan berani. Sebelum berangkat menuju Irak, ia mengirim surat kepada Hurmuz, Gubernur Militer Persia di Dast Meisan, untuk masuk Islam dan mengajak rakyatnya masuk Islam juga. Sikap tegas dan keberanian Khalid bin Walid tertuang dalam penggalan surat yang berbunyi 'Perlu Anda ketahui, kami membawa pasukan yang mencari kematian, seperti Anda yang mencari kehidupan'. Hurmuz marah besar membaca surat itu dan menyatakan perang dengan kaum muslimin.
Pasukan Islam dan pasukan Persia akhirnya bertemu di Khazima (sekarang Kuwait). Ketika pasukan Islam dan Persia sudah berhadapan, Hurmuz menantang duel satu lawan satu dan Khalid bin Walid pun melayaninya. Mereka berduel satu lawan satu ditengah medan perang tanpa menggunakan senjata. Namun ditengah duel, Hurmuz memberi kode pada pengawalnya agar menuju ke tengah medan perang untuk membantunya dan menyerang Khalid bin Walid yang tak bersenjata.
Melihat keadaan ini salah seorang komandan pasukan muslim yaitu Al-Qa'qa' bin 'Amru berlari ke tengah medan perang guna membantu Khalid bin Walid yang dikeroyok oleh Hurmuz dan pengawalnya. Dua pahlawan besar Islam ini bertarung mati-matian untuk agama dan jiwanya. Dan akhirnya Khalid bin Walid dan Al-Qa'qa' bin 'Amru berhasil mengalahkan Hurmuz dan pengawalnya. Perang dengan pasukan Hurmuz ini dikenal dengan Perang Rantai karena Hurmuz mengikat semua prajuritnya dengan rantai agar tidak lari dari medan perang.
Pahlawan Islam Di Perang Sungai
Kekahalan Hurmuz memudahkan Khalid bin Walid untuk semakin mendekati kota Hirah, yaitu kota yang sangat kaya dan strategis di Irak tengah. Namun peperangan demi peperangan terus dihadapi pasukan Islam, salahsatunya adalah perang dahsyat yang dikenal dengan sebutan Perang Sungai. Pada Perang Sungai ini pasukan Persia dipimpin oleh Jenderal Qarin dan dua komandan yang lari dari Perang Rantai, Qubaz dan Anushjan.
Setelah berperang berhari-hari, jenderal Qarin berhasil dibunuh oleh pahlawan Islam bernama Maqal bin al-Ashi, Qubaz dibunuh oleh pahlawan Islam lainnya bernama 'Ashim bin 'Amru, dan Anushjan dibunuh oleh 'Adi bin Hatim. Pada Perang Sungai ini lebih dari 30 ribu pasukan Persia menjadi korban.
Pahlawan Islam Di Perang Walaja
Setelah menderita dua kekalahan dalam dua perang besar (Perang Rantai dan Perang Sungai), kaisar Persia mengerahkan pasukan yang lebih besar lagi untuk menghadapi Khalid bin Walid. Pasukan Persia ini terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama dibawah pimpinan Jenderal Andarzaghar dan kelompok kedua dibawah komando Jenderal Bahman. Pasukan Persia ini bergerak menuju Walaja sembari membawa ribuan pasukan milisi dari suku-suku Arab Irak Paganis (penyembah berhala) dan Arab Irak Kristen.
Pada minggu ketiga bulan Shafar 12 H, bertepatan dengan pertengahan bulan Mei 633 M, pasukan muslimin bertemu dengan pasukan Persia di Walaja. Perang maha dahsyat ini dikenal dengan nama Perang Walaja. Ditengah pertempuran yang memakan waktu berhari-hari ini, Khalid bin Walid mendapat tantangan dari seorang Persia bertubuh raksasa dan terkenal sangat kuat bernama Hazar Mard. Tak ada yang berani berduel dengan manusia bertubuh raksasa ini sebelumnya, namun Khalid bin Walid sang pahlawan Islam yang gagah perkasa tidak takut dan menerima tantangan ini. Setelah menjalani duel sengit hingga sekujur tubuh Khalid bin Walid bercucuran darah, Khalid bin Walid berhasil mengalahkan Hazar Mard dan membunuhnya.
Perang Walaja ini dimenangkan oleh pasukan muslimin dan pahlawan-pahlawan Islam dibawah pimpinan Khalid bin Walid menyampaikan kabar gembira ini kepada Khalifah Abu Bakar ash Shiddiq.
Pahlawan Islam Menguasai Irak Tengah
Setelah beristirahat sejenak, Khalid bin Walid memerintahkan pasukan muslim untuk bergerak menuju kota Hirah. Untuk mencapai Hirah, pasukan muslimin harus menyeberangi sungai Eufrat. Sesampainya diseberang sungai Eufrat, pasukan muslim sudah dinanti oleh pasukan Persia dibawah pimpinan Gubernur Azazbeh. Peperangan sengit kembali terjadi dan para pahlawan Islam berhasil memenangkannya dan Gubernur Azazbeh melarikan diri ke Ctesiphon (Madain), ibukota Persia. Dengan kaburnya sang Gubernur, kota Hirah yang selama ini jadi target utama Khalid bin Walid kini telah dikuasai dan masyarakatnya diajak untuk masuk Islam dan berjihad di jalan Allah.
Dengan dikuasainya kota Hirah sebagai kota terbesar dan kota-kota kecil lainnya disekitar Hirah, maka wilayah Irak tengah yang membentang di antara sungai Eufrat dan Tigris kini sudah dikuasai Khalid bin Walid. Setelah mengistirahatkan pasukannya, Khalid bin Walid kembali menyusun strategi jitu untuk melakukan penyebaran Islam ke wilayah Irak Utara, khususnya dua kota utama yaitu Anbar dan Ain-ut-Tamr.
Penyebaran Islam Ke Irak Utara
Khalid bin Walid memutuskan untuk menyerang kota Anbar terlebih dahulu karena kota ini merupakan pusat bisnis dan terkenal sebagai kota lumbung pangan. Pada akhir Juni 633 M atau Rabiul Akhir 12 H, Khalid keluar dari kota Hirah menuju Anbar dengan membawa 9000 pasukan. Khalid bin Walid meninggalkan sebahagian pasukannya untuk menjaga kota Hirah dan kota-kota lain di wilayah Irak tengah yang sudah direbut dan sudah di-Islam-kan.
Pasukan Islam mengepung kota Anbar yang dilindungi dengan tembok yang sangat tinggi dan sungai buatan yang sangat dalam, sedangkan jembatan yang melewati sungai itu sudah dirusak dengan tujuan agar pasukan muslim tak bisa mendekat ke benteng kota.
Kota Anbar merupakan ibukota propinsi Sabat dan dipimpin oleh seorang gubernur bernama Sheerzad. Pasukan intelijen Khalid bin Walid menyebutkan bahwa pasukan Sheerzad sangat banyak namun tidak berpengalaman dalam berperang karena gubernur mereka adalah seorang terpelajar, bukan panglima perang.
Setelah menentukan strategi yang tepat, Khalid bin Walid memerintahkan pasukan pemanah jitu untuk mendekat ke tepi sungai dan menyerang dengan melepaskan ribuan anak panah dengan membidikkan anak panah tersebut tepat ke kepala pasukan Persia diatas benteng. Strategi ini berhasil dengan baik karena pemanah-pemanah jitu pasukan muslim menjalankan tugasnya dengan baik dan banyak sekali pasukan Persia yang terkena panah dibagian mata. Inilah penyebab pertempuran merebut kota Anbar ini disebut dengan Perang Mata. Karena banyaknya anak panah yang mengenai mereka, pasukan Persia tak lagi berani menampakkan kepala mereka di benteng hingga pasukan muslim bisa membangun jembatan darurat dan semakin mendekat untuk melakukan serangan-serangan.
Ketika mengetahui kondisi buruk yang terjadi di benteng kota, Gubernur Sheerzad memilih untuk menyerah. Ia ingin menyerah dengan syarat namun Khalid bin Walid menolak. Khalid hanya mau penyerahan tanpa syarat. Setelah keadaan semakin buruk bagi Sheerzad dan pasukannya, ia memilih mundur dan pergi ke Ctesiphon, ibukota Persia. Sedangkan milisi Arab Irak paganis yang selama ini membantu Sheerzad memilih untuk masuk Islam dan milisi Arab Irak Kristen sepakat untuk membayar Jizyah sebagai tanda partisipasi guna membantu pasukan muslim.
Khalid bin Walid menunjuk salah seorang pahlawan Islam untuk menjadi kepala pemerintahan yang baru di kota Anbar, lalu kembali menggerakkan pasukannya ke kota Ain-ut-Tamr. Kota besar Ain-ut-Tamr dikeliling kebun korma (tamr) dan dijaga oleh pasukan Persia dan milisi Arab Irak Kristen. Pasukan Persia di Ain-ut-Tamr dipimpin oleh Mahran, seorang jenderal sekaligus politisi yang cerdik, pasukan Arab Irak Kristen dipimpin oleh Aqqa bin Abi Aqqa.
Untuk menghadapi pasukan Islam Jenderal Mahran mengirim pasukan milisi Arab Irak Kristen dibawah komando Aqqa bin Abi Aqqa dengan alasan orang Arab akan lebih mengetahui cara perang orang Arab, sebab itu haruslah Arab Irak Kristen yang maju ke medan perang terlebih dahulu. Namun pasukan Islam bukanlah tandingan pasukan Arab Irak Kristen, Khalid bin Walid dan pasukannya dengan mudah mengalahkan mereka dan Aqqa bin Abi Aqqa berhasil ditawan.
Mendengar berita ini Jenderal Mahran bukannya membantu, tapi malah lari bersama pasukannya ke Ctesiphon, ibukota Persia. Jadilah para pahlawan Islam melenggang masuk ke kota Ain-ut-Tamr pada pertengahan Juli 633 M. Disini Khalid memerintahkan semua komandan pasukan Persia yang berhasil ditangkap untuk dihukum mati, kecuali mereka-mereka yang dengan ikhlas bersedia masuk Islam.
Di kota Ain-ut-Tamr ini Khalid mengatur ulang pemerintahan dan menempatkan pahlawan Islam yang merupakan orang kepercayaannya untuk dijadikan pemimpin kota.
Baca kisah selanjutnya di Pahlawan Islam Khalid Bin Walid Bag 4.